Search for Green

Monday, July 5, 2010

IUCN: Keanekaragaman Hayati Global Terancam Punah


Meskipun menyadari betapa pentingnya keanekaragaman hayati untuk waktu yang lama, namun aktivitas manusia telah menyebabkan kepunahan besar-besaran. Seperti laporann Environment New Service pada bulan Agustus 1999 yang menyebutkan bahwa "tingkat kepunahan saat ini mendekati 1.000 kali dari sebelumnya dan mungkin naik sampai 10.000 kali pada abad berikutnya, jika kecenderungan ini terus berlangsung, akan mengakibatkan kerugian dan mempermudah kepunahan seperti yang terjadi pada masa lalu."
Sebuah laporan utama, Millennium Ecosystem Assessment, dirilis Maret 2005 juga menyoroti kerugian yang besar dari hilangnya keanekaragaman kehidupan di bumi, dengan 10-30% dari mamalia, jenis burung dan amfibi terancam punah, akibat tindakan manusia .International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatatdalam sebuah video banyaknya spesies yang terancam punah. Yaitu:
• 75% dari keanekaragaman genetik tanaman pertanian telah hilang.
• 75% dari perikanan dunia mengalami kelebihan eksploitasi.
• Sampai dengan 70% spesies di dunia terancam punah jika suhu global meningkat lebih  dari 3,5 ° C.
• 1/3 dari terumbu karang di seluruh dunia terancam punah. 
• Setiap detik sebidang hutan hujan tropis ukuran lapangan sepakbola menghilang.
• Lebih dari 350 juta orang mengalami kelangkaan air berat.

Di berbagai belahan dunia, spesies mengalami tingkat ancaman yang berbeda. Namun secara keseluruhan dari banyak kasus menunjukkan tren menurun.
Semua spesies dinilai dalam kategori terancam risiko kepunahan yang berbeda pada IUCN Red List, berdasarkan data dari 47.677 spesies (Sumber: IUCN, data kompilasi Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati, UNEP (2010) dalam Global Biodiversity Outlook 3, Mei 2010).
Sebagaimana dijelaskan dalam Global Biodiversity Outlook tersebut, tingkat hilangnya keanekaragaman hayati belum berkurang karena lima tekanan keanekaragaman hayati yang kuat bahkan intensif dari hilangnya habitat dan degradasi, perubahan iklim, beban zat berlebihdan bentuk lain dari polusi, over-eksploitasi dan pemanfaatan tidak berkelanjutan serta invasif spesies.
Sebagian besar pemerintah dunia melaporkan kepada Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati adanya tekanan yang mempengaruhi keanekaragaman hayati di negara mereka. IUCN menggunakan Red List untuk menilai status konservasi spesies, subspesies, varietas, dan bahkan sub-populasi yang dipilih dalam skala global.

Risiko kepunahan terjadi dari setiap langkah konservasi. Amfibi yang paling berisiko, sementara koral telah mengalami peningkatan dramatis dalam risiko kepunahan dalam beberapa tahun terakhir.

Sementara itu penelitian jangka panjang tentang fosil menunjukkan bahwa kecepatan alam terbatas dalam pemulihan secara cepat setelah gelombang kepunahan. Maka, tingkat kepunahan yang cepat bisa memerlukan waktu lama untuk memulihkan alam.
Pertimbangan pengamatan dan kesimpulan para ahli dari berbagai instistusi yang diringkas oleh Jaan Suurkula, Ketua Dokter dan Ilmuwan untuk Aplikasi Tanggungjawab Ilmu dan Teknologi (Physicians and Scientists for Responsible Application of Science and Technology-PSRAST), mencatat bahwa dampak pemanasan global akan berpengaruh pada ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Ekosistem Global Kolap
Situasi lingkungan dunia mungkin akan semakin buruk oleh cepatnya kepunahan spesies skala global. Ini terjadi pada abad ke-20 dimana tingkat yang seribu kali lebih tinggi daripada tingkat rata-rata selama 65 juta tahun sebelumnya. Hal ini mungkin mengguncang berbagai ekosistem termasuk sistem pertanian.
Dalam kepunahan yang lambat, berbagai mekanisme menyeimbangkan dapat berkembang. Namun tak seorang pun tahu apa akibat dari laju kepunahan yang sangat cepat. Apa yang terjadi dengan sistem ekologi yang telah terjaga dalam keseimbangan yang sangat kompleks dan beragam antara sebagian besar spesies. Kepunahan cepat ini dapat menimbulkan ekosistem skala global kolap. Hal ini diperkirakan akan menimbulkan masalah pertanian skala besar, mengancam persediaan makanan untuk ratusan juta orang. Prediksi ekologi ini tidak mempertimbangkan dampak dari pemanasan global yang selanjutnya akan memperburuk situasi.
Industri perikanan telah memberikan kontribusi penting pada kepunahan massa akibat gagal  membatasi penangkapan. Sebuah studi global yang baru menyimpulkan bahwa 90 persen dari semua ikan besar telah menghilang dari lautan di dunia dalam setengah abad terakhir, hasil penghancuran dari industri penangkapan ikan.Penelitian selama 10 tahun ini telah selesai dan diumumkan dalam jurnal internasional Nature. Penelitian ini melukiskan gambaran suram tentang populasi spesies bumi saat ini seperti ikan hiu, ikan pedang, ikan tuna dan marlin.
Hilangnya ikan predator mungkin menyebabkan ketidakseimbangan beberapa ekologi laut yang kompleks. Penyebab lain kepunahan ikan secara ekstensif adalah kerusakan terumbu karang. Hal ini disebabkan oleh kombinasi dari penyebab, termasuk pemanasan samudera, kerusakan dari alat tangkap dan infeksi yang membahayakan organisme karang akibat polusi laut. Kondisi ini akan memerlukan waktu ratusan ribu tahun untuk mengembalikan apa yang sekarang sedang hancur dalam beberapa dekade.
Menurut studi paling komprehensif yang dilakukan selama ini dalam bidang ini, lebih dari satu juta spesies akan hilang dalam 50 tahun mendatang. Penyebab paling penting adalah perubahan iklim. Studi yang dipresentasikan di atas hanya mencakup masalah paling penting yang membakar lingkungan global. Ada beberapa tambahan, terutama di bidang polusi kimia yang berkontribusi merusak lingkungan atau mengganggu keseimbangan ekologi.
Selain itu, seperti yang dilaporkan oleh UC Berkeley, menggunakan perbandingan DNA, para ilmuwan telah menemukan apa yang mereka telah sebut sebagai "konsep evolusi paralelisme, sebuah situasi dimana dua organisme independen muncul dengan adaptasi yang sama dengan lingkungan tertentu." Ini memiliki percabangan tambahan ketika akan melindungi keanekaragaman hayati dan spesies terancam punah.
Sumber Info :

2 comments: