Search for Green

Monday, May 9, 2011

Biopori dan Kompos untuk Menjaga Kualitas Tanah dan Lingkungan Hidup

Aliansi Organis Indonesia - 10 Nov 2010



Saat ini sebagian besar dari manusia seakan telah lupa adanya kehidupan di tanah. Seperti tumbuhan, hewan dan manusia, makhluk hidup di dalam tanah ini juga memerlukan oksigen, air dan nutrisi lainnya. Namun banyak dari manusia tidak menyadari atau melupakannya dengan melakukan aktivitas hidup yang tidak memperhatikan kepentingan makhluk hidup di dalam tanah.
“Seringkali kita menutup tanah dengan bangunan, jalan beraspal dan semen. Kondisi ini akan mengakibatkan pori-pori tanah tertutup dan berkurang, sementara bangunan mempengaruhi tanah. Akibatnya tanah menjadi turun dan retak, seperti beberapa kejadian di Jakarta,” kata Kamir Brata dari Institut Pertanian Bogor (IPB) saat pelatihan pembuatan biopori dan kompos di “Indonesia Organic and Green Fair 2010,” Lapangan Taman Koleksi, Kampus IPB Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat (7/11).
Ketika tanah ditutup, oksigen, air dan nutrisi tidak bisa menyerap dalam tanah dan menimbulkan tanah tidak subur. Makhluk hidup dalam tanah tidak mendapat makanan, air dan oksigen.  Selain itu air hujan juga tidak bisa terserap dalam tanah dan tergenang menimbulkan banjir.
“Perlu upaya agar kondisi ini tidak semakin parah dan makhluk hidup dalam tanah bisa kembali hidup,” kata Kamir Brata.
Caranya menurut Kamir, dengan membuat biopori, mengolah sampah organik (basah) menjadi kompos dan mengurangi sampah anorganik (kering) yang bisa menghambat penguraian taupun peresapan air dan nutrisi dalam tanah. Lubang biopori sangat penting untuk menyerap dan menampung air tanah kembali dan juga untuk menjaga kualitas lingkungan hidup.
Lubang biopori bisa dibuat dengan alat bor di halaman rumah yang masih ada. Ukuran diameter biopori ini 10 cm dan kedalaman 1 meter. Agar air mudah masuk ke dalam lubang biopori, perlu dibuat alur-alur ke arah lubang biopori. Besar dan dalamnya secukupnya agar air mudah mengalir ke lubang biopori.
Selain bisa menampung dan menyerap air, lubang biopori juga bisa diisi dengan sampah organik sehingga bisa menjadi kompos. Usahakan sampah anorganik tidak masuk ke dalam lubang biopori karena akan menghambat proses penyerapan air atupun pengolahan sampah organik menjadi kompos.
Pengomposan Metode Takakura
Membuat kompos dari sampah organik skala rumah tangga juga bisa dilakukan dengan metode takakura yang berasal dari Jepang. Menurut Daniel Mangoting dari Ellsppat, bahan-bahan yang diperlukan dalam pengomposan metode takakura yaitu keranjang dari bahan plastik polypropilen (agar tidak bereaksi dengan sampah dan menimbulkan zat-zat yang tidak baik dalam kompos), pelapis keranjang berupa kardus atau karung goni, bantal dari gabah padi diletakkan di dasar keranjang yang sudah berlapis kardus atau karung goni.
Fungsi dari bantal di dasar keranjang ini untuk menjaga kelembapan dan fungsi keranjang yang berlubang kecil-kecil agar tetap ada sirkulasi udara keluar masuk keranjang dimana proses pengomposan berlangsung.
Lalu masukkan biang kompos (kompos yang belum jadi) ke dalam keranjang yang sudah dilapisi kardus (karung goni) dan dasarnya ada bantal dari gabah padi hingga ketinggian ¾ keranjang. Buat rongga-rongga dalam biang kompos yang sudah masuk. Setelah itu masukkan sampah organik yang sudah dipotong kecil-kecil, tutup dengan biang kompos lagi dan bantal gabah padi. Lalu di atas bantal ditutup dengan penutup keranjang yang sudah dilapisi dengan kain.
Tutup keranjang dilapisi kain agar serangga dan lalat tidak bisa masuk ke dalam keranjang. Hari berikutnya pada pagi hari, sampah dalam keranjang bisa diaduk dan dimasukkan lagi potongan sampah berikutnya. Ditutup lagi dengan biang kompos, bantal dan penutup keranjang.
Setelah 2-3 hari di atas pengomposan akan terasa panas yang menandakan proses pengomposan berhasil. Juga terjadi penyusutan volume sampah dalam proses pengomposan metode takakura ini. Setelah dua bulan, kompos bisa dipanen dan digunakan untuk pemupukan.

2 comments:

  1. This is excellent! Creative, renewable Earth! But unfortunately the main ingredients are missing -- love, passion, and care for our planet by the human species.

    ReplyDelete