Search for Green

Monday, July 11, 2011

"Go Green", Kapitalisasi Dibalik Isu Lingkungan (1)

      Dalam 10 tahun belakangan ini sebut saja beberapa istilah asing seperti Global Warming, Go Green, Back to Nature, Save the Earth dan sejenisnya santer anda dengar dan saksikan baik lewat media elekronik maupun cetak. Tidak ada masalah tentang istilah-itilah 'hijau' di atas karena faktanya semangat kesadaran dalam menjaga bumi anda tetap lestari terkandung di dalamnya. Pemikiran mendasar bahwa bumi adalah bagian dari sistem kehidupan galaksi 'Milky Way' yang mampu menjadi tempat bermukim bagi milyaran organisme yang kemudian masing-masingnya membentuk kesatuan ekosistem baik air, darat maupun ekosistem buatan, seperti yang kita pelajari bersama di sekolah dasar. Bilamana bumi itu terganggu, maka kehidupan di dalamnya tidak mungkin berjalan stabil. Inilah yang mungkin menjadi pemicu lahirnya istilah-istilah tersebut.



       Kesadaran untuk menjaga kelestarian bumi sudah tercetuskan sejak pertama kali diselenggarakannya Earth Summit tahun 1972 di kota Stockholm, Jerman. Seperti terlambat bukan? Manakala pergerakan industri sudah dimulai sejak berabad-abad sebelumnya dan menumpahkan jutaan kubik karbon, kita manusia baru mencermati efeknya puluhan tahun yang lalu.
Earth Summit itu sendiri selalu membahas aspek-aspek lingkungan yang menyangkut soal penurunan kualitas udara, air, penipisan lapisan ozon, epidemi penyakit, punahnya beberapa spesies flora serta fauna dan penurunan kualitas tanah yang khusus menyebabkan menurunnya tingkat produksi pangan dunia. Tercatat dalam 38 tahun terakhir UN (PBB) telah sukses menyelenggarakan Kongres Bumi sebanyak 10 kali (terakhir di Beijing) yang pesertanya adalah tiap kepala negara di dunia termasuk Indonesia.
     
       Menurut anda, berhasilkah upaya-upaya perbaikan lingkungan yang dirumuskan lewat kongres besar tersebut? Ternyata tidak. Sekalipun kepala negara telah mewakili semangat perbaikan anda para pemerhati lingkungan, slogan tetaplah hanya menjadi kumpulan abjad bila tidak diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Berbagai kongres telah diselenggarakan, milyaran dolar telah dikucurkan, bahkan bumi ini memiliki Protokol Kyoto yang lahir pada 1997 yang merupakan persetujuan internasional mengenai pemanasan global dimana tiap negara maju wajib menurunkan gas rumah kaca sebesar 5% dalam kurun waktu 4 tahun antara 2008 sampai 2012 dimana protokol tersebut menjadi kadaluarsa. 
Faktanya kita patut pesimistis terhadap upaya-upaya bertaraf internasional dalam menyikapi isu Global Warming-Global Warning ini melihat bahwa tahun 2010 yang baru saja terlewati menjadi saksi betapa bumi yang kita cintai ini menghadapi masalah yang serius. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) meliris statement bahwa tahun 2010 merupakan tahun yang terpanas sejak awal pendataan terkait suhu pada 1880! Bahkan bila anda rajin mengikuti berita global sepanjang tahun kemarin beberapa peristiwa terkait perubahan iklim dunia dan cuaca ekstrem berhasil menjadi sensasi. Jika mencairnya gletser dalam skala besar di kutub utara sudah menjadi hal yang 'biasa', maka pada bulan Januari 2010 berita membekunya air terjun Minnehaha di Minnesota (AS) saya perkirakan sempat mengejutkan anda. Bagaimana dengan tayangan dari National Geographic Channel, saat peneliti di kutub utara menemukan beruang kutub yang mati tenggelam karena tidak menemukan lapisan es yang cukup tebal untuk menopang bobot tubuhnya setelah berenang mencari makan? Setidaknya anda sudah bisa menerima bahwa negeri ini telah kehilangan 'Salju Abadi' dari puncak pegunungan Jaya Wijaya, Papua. Berita-berita buruk di atas masih ditambah dengan tumpahan minyak terburuk dalam sejarah AS di Teluk Meksiko yang menyebabkan laut tercemar tidak kurang dari 5 juta barrel minyak.


       Akan ada banyak peristiwa yang mencengangkan tentang bumi bila terungkap semuanya. Dan 2011 bukanlah tahun yang lebih ramah bila memperhatikan pendahulunya. Saat kita menobatkan suatu zaman sebagai era modern, maka sesungguhnya itu hanya berlaku bagi manusia dan teknologi yang digunakannya. How about the earth? Mungkin slogan stasiun televisi musik terpopuler MTV saat turut memperhatikan isu pemanasan global bisa mengingatkan anda, "Manusia semakin maju, namun bumi semakin tertinggal."
Tulisan selanjutnya akan mengulas ragam isu diatas dari sudut pandang yang berbeda.


Source : muslim-environmentalist (ggfw)

No comments:

Post a Comment