Search for Green

Friday, February 25, 2011

Heboh Dentuman Misterius Cekam 5 Daerah Di Jawa

TULUNGAGUNG - Getaran dengan skala kecil yang diikuti suara dentuman misterius di Kabupaten Trenggalek dan Ponorogo sejak dua pekan terakhir, kini kian meluas. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur mencatat sedikitnya ada lima kabupaten yang kini merasakan fenomena aneh tersebut.

Berdasarkan laporan tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencara Geologi (PVMBG) yang diterjunkan di sekitar lokasi, fenomena itu juga terasa hingga di kawasan Malang. “Merata mulai Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, hingga Malang. Pokoknya yang berada di sepanjang pegunungan di pinggir laut Selatan,” kata Siswanto, BPBD Jawa Timur seperti dikutip tempointeraktif, Kamis (24/2).

Siswanto memastikan, suara gemuruh dan dentuman yang terjadi di Trenggalek dan Ponorogo tidak ada kaitannya dengan aktivitas pergerakan magma di Gunung Wilis. Sebab, suara gemuruh itu bergerak terus dan tidak hanya terasa di sekitar lereng Gunung Wilis. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat agar mewaspadai terhadap fenomena alam yang akan muncul.

Seperti diketahui sejak beberapa hari terakhir suara dentuman misterius muncul di Kecamatan Munjungan, Kampak, Watulimo dan Dongko, Kabupaten Trenggalek. Empat Kecamatan tersebut secara geografis memang berada di kawasan pegunungan Seribu, yang berada di pantai laut selatan dan memiliki ketersinggungan dengan Gunung Wilis.

Selain di Trenggalek, dentuman juga terdengar di Ponorogo, terutama di sekitar Kecamatan Ngebel, Pulung, Pudak, dan Sooko. Kemarin, sejumlah desa di bagian selatan Kabupaten Tulungagung dan Madiun juga mulai merasakan suara dentuman dan getaran itu.

Kepala Bagian Humas Pemkab Tulungagung, Maryani menuturkan, sudah ada lima desa di Kecamatan Besuki yang melaporkan suara dentuman tersebut. Masing-masing adalah Desa Siyoto Bagus, Kebo Ireng, Sedayu Gunung, Tanggul Turus, dan Desa Besuki.

Fenomena itu sudah muncul sejak seminggu terakhir. Camat setempat telah meneruskan laporan warga tersebut ke Bupati Tulungagung. Berdasar laporan warga di kelima desa itu, Pemkab Tulungagung kemudian telah membuat laporan ke Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun Tretes serta Pemprov Jawa Timur.

Menurut Maryani, Pemkab Tulungagung belum mengambil langkah apa pun terkait fenomena itu, selain mengimbau warga untuk waspada. “Kami hanya berharap agar tim peneliti segera turun ke Tulungagung, untuk memastikan sumber dentuman dan getaran tersebut. Apakah memang satu rangkaian dengan yang di Treggalek, atau berdiri sendiri,” ujarnya.

Selain di lima desa tersebut, sebenarnya gempa juga terjadi di beberapa daerah lain. Desa Tumpuk yang berbatasan dengan Kecamatan Campurdarat juga mendengar dentuman dan gempa lembut tersebut.

Seperti diungkapkan Budi Mulya (34), salah satu warga Desa Tumpuk, dentuman terdengar baik siang maupun malam. Getaran yang sempat membuat warga khawatir tersebut sanggup menggetarkan kaca-kaca rumah warga. “Saat terdengar suara dentuman itu, pasti kaca-kaca ikut bergetar. Yang paling nampak air di dalam gelas pasti ikut bergelombang,” katanya.

Munculnya suara gemuruh dan dentuman dari wilayah Tulungagung selatan dibenarkan Kepala Bidang Bencana Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gede Swantika. Menurut Gede, suara yang muncul memang berasal dari wilayah Kecamatan Besuki.

Namun demikian, timnya belum bisa memastikan apakah suara tersebut satu rangkaian dengan peristiwa di Trenggalek, meski secara geografis, pegunungan Besuki menjadi satu gugusan dengan pegunungan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Rencananya, jika penelitian di Kabupaten Trenggalek telah rampung, timnya akan bergeser ke Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung.

Sementara itu, terkait dentuman di Ponorogo dan Trenggalek, Diuraikan, timnya telah memasang alat portable seismograf, di Desa Boto Putih, Kecamatan Bendungan yang berada di kaki Gunung Wilis.

Pemasangan ini berdasar atas laporan warga setempat yang juga mendengar adanya fenomena yang sama dengan wilayah di pegunungan selatan Kabupaten Trenggalek. Padahal, kedua pegunungan ini merupakan dua gugusan yang saling terpisah.

Meski Gunung Wilis berada di lima kabupaten, namun Gede berharap warga setempat tidak resah. Sebab berdasarkan kesimpulan sementara, dentuman dan getaran tersebut berasal dari pergeseran patahan tanah. Patahan-patahan ini, kini tengah aktif dan mencari keseimbangan baru. Aktifnya patahan ini bisa dimungkinkan akibat curah hujan yang sangat tinggi.

Pakar geologi Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo menyatakan bahwa gejala alam yang terjadi di sekitar Gunung Wilis tersebut harus dideteksi secara pasti. Apalagi gejala itu sudah merambah ke mana-mana.

Amien yang juga kepala Pusat Studi Bencana ITS itu mengakui bahwa ada gejala alam yang sedang terjadi di sekitar Gunung Wilis. Namun, dari mana pusat gejala tersebut, pakar ilmu struktur bumi itu belum bisa memastikan. Begitu juga penyebab bergetarnya bumi yang dirasakan warga tersebut, masih misterius.

“Saya pikir diperlukan alat untuk mendeteksi gempa. Harus ada seismograf untuk mengetahui di mana pusat getaran itu. Apakah di dalam lapisan bumi atau malah berada di puncak Gunung Wilis. Apakah terjadi patahan bumi atau mulai aktifnya aktivitas Gunung Wilis,” ungkap Amien.

Kendati demikian, Amien bisa melihat dari indikasi-indikasi yang muncul bahwa di dalam perut bumi telah terjadi pergeseran. Karena pergeseran bumi inilah kemudian memunculkan getaran-getaran dan suara gemuruh yang didengar warga. “Biasanya dampak yang mengikutinya adalah longsor. Awalnya tentu longsor yang kecil-kecil. Biasanya ini berlangsung lama. Namun, semua bergantung energi yang dikeluarkan,” urai Amien.

Kepala Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kelas II Tretes, Petrus Demonsili saat dihubungi Surya menyikapi makin meluasnya daerah getaran dan dentuman juga belum bisa memastikan sampai kapan fenomena itu terjadi. Para peneliti terus memantau di lokasi.

Ia hanya mengimbau agar warga waspada. ”Kewaspadaan ini penting. Ini merupakan kekhawatiran peneliti, jika gempa terus terjadi maka longsor bisa terjadi pula,” kata Petrus tadi malam.

Adapun dentuman dan gempa yang terjadi di wilayah Trenggalek dan Tulungagung, diakuinya, bukan karena tektonik atau vulkanik. Pihaknya masih mencari tahu apa penyebab munculnya gempa itu.

”Untuk mengetahui manifestasi dari asal sumber getaran masih dibutuhkan studi lanjut dari disiplin ilmu yang terkait, terutama geologi,” tambahnya.

No comments:

Post a Comment