TULUNGAGUNG  -  Getaran dengan skala kecil yang diikuti suara dentuman  misterius di Kabupaten Trenggalek dan Ponorogo sejak dua pekan terakhir,  kini kian meluas. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur  mencatat sedikitnya ada lima kabupaten yang kini merasakan fenomena  aneh tersebut.
Berdasarkan laporan tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencara  Geologi (PVMBG) yang diterjunkan di sekitar lokasi, fenomena itu juga  terasa hingga di kawasan Malang. “Merata mulai Ponorogo, Trenggalek,  Tulungagung, Blitar, hingga Malang. Pokoknya yang berada di sepanjang  pegunungan di pinggir laut Selatan,” kata Siswanto, BPBD Jawa Timur  seperti dikutip tempointeraktif, Kamis (24/2).
Siswanto memastikan, suara gemuruh dan dentuman yang terjadi di  Trenggalek dan Ponorogo tidak ada kaitannya dengan aktivitas pergerakan  magma di Gunung Wilis. Sebab, suara gemuruh itu bergerak terus dan tidak  hanya terasa di sekitar lereng Gunung Wilis. Oleh karena itu, ia  mengimbau masyarakat agar mewaspadai terhadap fenomena alam yang akan  muncul.
Seperti diketahui sejak beberapa hari terakhir suara dentuman misterius  muncul di Kecamatan Munjungan, Kampak, Watulimo dan Dongko, Kabupaten  Trenggalek. Empat Kecamatan tersebut secara geografis memang berada di  kawasan pegunungan Seribu, yang berada di pantai laut selatan dan  memiliki ketersinggungan dengan Gunung Wilis.
Selain di Trenggalek, dentuman juga terdengar di Ponorogo, terutama di  sekitar Kecamatan Ngebel, Pulung, Pudak, dan Sooko. Kemarin, sejumlah  desa di bagian selatan Kabupaten Tulungagung dan Madiun juga mulai  merasakan suara dentuman dan getaran itu.
Kepala Bagian Humas Pemkab Tulungagung, Maryani menuturkan, sudah ada  lima desa di Kecamatan Besuki yang melaporkan suara dentuman tersebut.  Masing-masing adalah Desa Siyoto Bagus, Kebo Ireng, Sedayu Gunung,  Tanggul Turus, dan Desa Besuki.
Fenomena itu sudah muncul sejak seminggu terakhir. Camat setempat telah  meneruskan laporan warga tersebut ke Bupati Tulungagung. Berdasar  laporan warga di kelima desa itu, Pemkab Tulungagung kemudian telah  membuat laporan ke Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  stasiun Tretes serta Pemprov Jawa Timur.
Menurut Maryani, Pemkab Tulungagung belum mengambil langkah apa pun  terkait fenomena itu, selain mengimbau warga untuk waspada. “Kami hanya  berharap agar tim peneliti segera turun ke Tulungagung, untuk memastikan  sumber dentuman dan getaran tersebut. Apakah memang satu rangkaian  dengan yang di Treggalek, atau berdiri sendiri,” ujarnya.
Selain di lima desa tersebut, sebenarnya gempa juga terjadi di beberapa  daerah lain. Desa Tumpuk yang berbatasan dengan Kecamatan Campurdarat  juga mendengar dentuman dan gempa lembut tersebut.
Seperti diungkapkan Budi Mulya (34), salah satu warga Desa Tumpuk,  dentuman terdengar baik siang maupun malam. Getaran yang sempat membuat  warga khawatir tersebut sanggup menggetarkan kaca-kaca rumah warga.  “Saat terdengar suara dentuman itu, pasti kaca-kaca ikut bergetar. Yang  paling nampak air di dalam gelas pasti ikut bergelombang,” katanya.
Munculnya suara gemuruh dan dentuman dari wilayah Tulungagung selatan  dibenarkan Kepala Bidang Bencana Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi  Bencana Geologi (PVMBG), Gede Swantika. Menurut Gede, suara yang muncul  memang berasal dari wilayah Kecamatan Besuki.
Namun demikian, timnya belum bisa memastikan apakah suara tersebut satu  rangkaian dengan peristiwa di Trenggalek, meski secara geografis,  pegunungan Besuki menjadi satu gugusan dengan pegunungan Watulimo,  Kabupaten Trenggalek. Rencananya, jika penelitian di Kabupaten  Trenggalek telah rampung, timnya akan bergeser ke Kecamatan Besuki,  Kabupaten Tulungagung.
Sementara itu, terkait dentuman di Ponorogo dan Trenggalek, Diuraikan,  timnya telah memasang alat portable seismograf, di Desa Boto Putih,  Kecamatan Bendungan yang berada di kaki Gunung Wilis.
Pemasangan ini berdasar atas laporan warga setempat yang juga mendengar  adanya fenomena yang sama dengan wilayah di pegunungan selatan Kabupaten  Trenggalek. Padahal, kedua pegunungan ini merupakan dua gugusan yang  saling terpisah.
Meski Gunung Wilis berada di lima kabupaten, namun Gede berharap warga  setempat tidak resah. Sebab berdasarkan kesimpulan sementara, dentuman  dan getaran tersebut berasal dari pergeseran patahan tanah.  Patahan-patahan ini, kini tengah aktif dan mencari keseimbangan baru.  Aktifnya patahan ini bisa dimungkinkan akibat curah hujan yang sangat  tinggi.
Pakar geologi Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, Amien  Widodo menyatakan bahwa gejala alam yang terjadi di sekitar Gunung Wilis  tersebut harus dideteksi secara pasti. Apalagi gejala itu sudah  merambah ke mana-mana.
Amien yang juga kepala Pusat Studi Bencana ITS itu mengakui bahwa ada  gejala alam yang sedang terjadi di sekitar Gunung Wilis. Namun, dari  mana pusat gejala tersebut, pakar ilmu struktur bumi itu belum bisa  memastikan. Begitu juga penyebab bergetarnya bumi yang dirasakan warga  tersebut, masih misterius.
“Saya pikir diperlukan alat untuk mendeteksi gempa. Harus ada seismograf  untuk mengetahui di mana pusat getaran itu. Apakah di dalam lapisan  bumi atau malah berada di puncak Gunung Wilis. Apakah terjadi patahan  bumi atau mulai aktifnya aktivitas Gunung Wilis,” ungkap Amien.
Kendati demikian, Amien bisa melihat dari indikasi-indikasi yang muncul  bahwa di dalam perut bumi telah terjadi pergeseran. Karena pergeseran  bumi inilah kemudian memunculkan getaran-getaran dan suara gemuruh yang  didengar warga. “Biasanya dampak yang mengikutinya adalah longsor.  Awalnya tentu longsor yang kecil-kecil. Biasanya ini berlangsung lama.  Namun, semua bergantung energi yang dikeluarkan,” urai Amien.
Kepala Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  Kelas II Tretes, Petrus Demonsili saat dihubungi Surya menyikapi makin  meluasnya daerah getaran dan dentuman juga belum bisa memastikan sampai  kapan fenomena itu terjadi. Para peneliti terus memantau di lokasi.
Ia hanya mengimbau agar warga waspada. ”Kewaspadaan ini penting. Ini  merupakan kekhawatiran peneliti, jika gempa terus terjadi maka longsor  bisa terjadi pula,” kata Petrus tadi malam.
Adapun dentuman dan gempa yang terjadi di wilayah Trenggalek dan  Tulungagung, diakuinya, bukan karena tektonik atau vulkanik. Pihaknya  masih mencari tahu apa penyebab munculnya gempa itu.
”Untuk mengetahui manifestasi dari asal sumber getaran masih dibutuhkan  studi lanjut dari disiplin ilmu yang terkait, terutama geologi,”  tambahnya.
No comments:
Post a Comment